PATI – JurnalSatu.id, Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan (P2) memicu gelombang kritik. Dalam sebuah forum diskusi yang digelar oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Teratai Pati bersama Institut Hukum dan Kebijakan Publik (Inhaka) dan Dewan Kota Pati, berbagai pihak menyuarakan kekhawatiran atas dugaan pelanggaran hukum dalam proses penetapan kenaikan PBB tersebut.
Forum yang berlangsung Sabtu (19/7) itu dihadiri oleh tokoh masyarakat, aktivis hukum, dan perwakilan organisasi sipil. Nimerodin Gule dari LBH Teratai Pati, Husaini dari Inhaka, dan Pramudya dari Dewan Kota Pati hadir sebagai pembicara utama.
Kenaikan tarif PBB yang disebut-sebut mencapai lebih dari 250% dianggap tidak berdasar pada ketentuan hukum yang berlaku. Menurut para peserta diskusi, keputusan tersebut dibuat tanpa persetujuan DPRD, dan tidak dituangkan secara sah dalam Peraturan Daerah (Perda), sebagaimana mestinya.
Nimerodin Gule, SH, menegaskan bahwa keputusan strategis seperti ini seharusnya melibatkan lembaga legislatif dan mencerminkan aspirasi masyarakat. Ia menyebutkan bahwa kebijakan Bupati Pati telah menyalahi prinsip pemerintahan yang baik dan berpotensi melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2004.
“Peningkatan pendapatan daerah tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang membebani masyarakat tanpa musyawarah. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci dalam kebijakan fiskal,” ujar Nimerodin.
Ia juga menyoroti minimnya transparansi dalam penggunaan dana hasil kenaikan pajak, serta menyuarakan kekhawatiran tentang potensi intimidasi terhadap warga yang menolak atau memprotes kebijakan tersebut. Ia mendesak DPRD Pati untuk segera memanggil Bupati guna memberikan klarifikasi dan, jika perlu, merekomendasikan tindakan lanjutan ke Kementerian Dalam Negeri.
Sementara itu, Husaini dari Inhaka mengkritik ketidakhadiran pihak eksekutif dalam diskusi, meski undangan telah dikirimkan sebelumnya. Ia menyayangkan sikap pemerintah daerah yang dinilai tidak terbuka terhadap dialog publik.
“Ini bukan hanya soal angka dalam tagihan pajak, tetapi tentang keadilan, legitimasi, dan komitmen pemerintah terhadap warganya,” tegas Husaini.
Diskusi publik ini menjadi momen penting bagi masyarakat Pati untuk menyuarakan keberatan mereka secara terbuka dan mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan berpihak pada rakyat.
Di tengah tekanan ekonomi yang masih dirasakan banyak warga, kenaikan PBB yang tidak disertai dengan penjelasan yang memadai berisiko memperparah ketimpangan dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.