Jangan Ngaku Wartawan Jika Tidak Dapat Menulis Berita

Purwoko (Pemimpin Redaksi JurnalSatu.id)
Purwoko (Pemimpin Redaksi JurnalSatu.id)
Apabila dicermati, kalimat diatas sangat ironi dengan yang sesungguhnya terjadi. Karena tidak mungkin seorang wartawan tidak dapat menulis berita. Mengingat, jika ditilik dari namanya saja “Wartawan” yang secara harfiah, orang awam mengartikannya sebagai orang yang berprofesi sebagai pewarta atau penulis berita. Oleh karena itu, maka jangan pernah mengaku sebagai wartawan, jika merasa tidak bisa menulis berita.
Fenomena yang terjadi di era kebebasan pers seperti sekarang ini, banyak orang dapat mengaku wartawan. Entah orang tersebut menjadi wartawan karena memang ia memiliki kompetensi di bidang kewartawanan (jurnalistik), atau hanya sekedar mendapatkan kesempatan menjadi wartawan karena ditawari temannya atau mengajukan permohonan ke sebuah perusahaan media dengan persyaratan tertentu.
Apabila ini yang terjadi, maka persoalan persyaratan mendasar yang harus dimiliki seorang wartawan, tidak lagi menjadi sesuatu yang penting. Akibatnya, banyak orang mengaku wartawan, tetapi sebetulnya dia tidak dapat menulis berita. Bahkan mereka juga dapat memperoleh legalisasi dari sebuah perusahaan media tersebut, dengan surat penugasan dan ID Card. Kemudian, tidak heran jika muncul istilah wartawan “Muntaber” alias Muncul Tanpa Berita, adalagi yang menyebut wartawan “CNN” alias Cuma Nanya-Nanya dan lain sebagainya.
Di lapangan, yang mereka lakukan adalah berkunjung ke tempat yang dituju, kemudian ngobrol tanpa kepentingan konfirmasi yang jelas. Dan ujung-ujungnya hanya menginginkan uang bensin. Apa yang mereka lakukan itu, dianggapnya sebagai kegiatan “liputan” seperti yang sebenarnya dilakukan seorang wartawan sungguhan.
Seorang wartawan tidak akan mendatangi nara sumber tanpa adanya kepentingan untuk melakukan konfirmasi atas suatu pemberitaan. Dan apa yang dikonfirmasikan tersebut, akan menjadi tulisan (berita) yang dikirimkan ke redaksi media yang menaunginya. Artinya, si wartawan yang datang kepada nara sumber harus benar-benar dapat menulis berita. Sehingga, sampai kapanpun, jangan pernah mengaku sebagai wartawan, apabila merasa tidak mampu menulis berita.
Bagi nara sumber pun, jangan mudah dibodohi oleh ulah mereka yang sudah membawa ID Card dan Surat Tugas dari redaksi sebagai wartawan. Karena, belum tentu mereka mampu menulis berita. Masyarakat jangan tertipu oleh penampilan parlente, atau pembicaraan lincah dengan dibalut pengetahuan luas yang ada pada seseorang yang mengaku sebagai wartawan. Karena hal itu bukan jaminan yang menunjukkan bahwa orang tersebut adalah benar-benar seorang wartawan yang berkompeten di bidangnya. Sebagian mereka lebih senang menunjukkan profesinya bak wartawan sejati dengan menempel logo “Pers” di baju, rompi, jaket, topi, kaca mobil, dan lain sebagainya secara menyolok, dengan kamera besar selalu menggantung di badan.

 

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengetahui orang yang mengaku wartawan itu benar-benar berkompeten dibidangnya atau tidak, diantaranya adalah dengan melakukan semacam menguji atau menjajaki sejauh mana kemampuan orang tersebut dapat menulis berita. Bisa saja dengan jalan meminta tolong kepadanya agar membuatkan tulisan berita untuk tugas sekolah putra atau putrinya. Atau, nara sumber seakan-akan sedang belajar menulis berita, namun masih kesulitan, dan meminta tolong kepada mereka untuk memberikan contoh penulisan berita. Dan masih banyak lagi untuk dapat mengetahui, orang yang mengaku wartawan tersebut, benar-benar mampu menulis berita atau tidak. (Salam dari Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *