Politisasi Birokrasi di Pati: Kasus Rotasi Jabatan Dinilai Cacat Hukum dan Administrasi

PATI – JurnalSatu.id, Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) se-Muria Raya pada Sabtu (23/8/2025) menyoroti problem serius dalam tata kelola birokrasi Kabupaten Pati. Diskusi yang dihadiri kader dari Pati, Kudus, Jepara, Grobogan, Rembang, dan Blora itu menilai pemerintahan Bupati Sudewo telah menjadikan birokrasi sebagai alat politik, bukan sebagai sistem merit berbasis profesionalitas.

Advertisements

Sorotan utama muncul pada kebijakan rotasi dan mutasi jabatan yang dinilai bermasalah, terutama pengangkatan Rini Susilowati sebagai Direktur RSUD Suwondo. Berdasarkan dokumen resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN), penunjukan ini cacat hukum lantaran yang bersangkutan sudah berstatus pensiunan PNS.

“Rotasi jabatan adalah hal wajar dalam birokrasi. Tapi jika dilakukan tanpa prosedur hukum, jelas itu bentuk penyalahgunaan kewenangan,” ujar salah satu peserta diskusi.

Teguran BKN Diabaikan

Sejak Maret 2025, BKN telah melayangkan tiga surat resmi yang menegaskan pengangkatan Rini tidak sah. Bahkan, BKN menjatuhkan sanksi berupa pemblokiran layanan kepegawaian di Pemkab Pati, sehingga ASN tidak bisa naik pangkat, mutasi, hingga pensiun.

Namun, Bupati Sudewo tetap melantik 89 pejabat struktural eselon III dan IV pada Juni lalu, bahkan memberi sinyal adanya rotasi pejabat eselon II. Sikap ini dinilai sebagai bentuk pengabaian hukum dan peringatan lembaga negara.

Indikasi Penyalahgunaan Wewenang

Secara hukum administrasi, pengangkatan pensiunan PNS sebagai pejabat aktif melanggar PP 11/2017 jo. PP 17/2020 tentang Manajemen PNS. Selain itu, Bupati dianggap mengabaikan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang mewajibkan pengisian jabatan tinggi melalui seleksi terbuka.

Prinsip Good Governance juga dinilai dilanggar. Tidak ada transparansi, akuntabilitas, maupun kepastian hukum dalam kebijakan tersebut. GMNI menyebut hal ini sebagai bentuk abuse of power yang merusak sistem merit dan menurunkan kepercayaan publik terhadap birokrasi.

Dampak dan Potensi Konflik

Kasus ini memunculkan beragam dampak, mulai dari stagnasi administrasi ASN hingga potensi terganggunya pelayanan publik di RSUD Suwondo. Di sisi lain, pegawai negeri merasa terancam karena karier mereka bergantung pada kepentingan politik penguasa.

“Birokrasi bukan milik kelompok politik tertentu, tapi instrumen pelayanan masyarakat. Jika dipolitisasi, yang dirugikan adalah rakyat,” tegas salah satu kader GMNI.

Desakan Tindak Lanjut

GMNI merekomendasikan agar DPRD Pati menggunakan hak pengawasan hingga interpelasi untuk meminta pertanggungjawaban Bupati. Selain itu, KASN dan Ombudsman diminta turun tangan mengawasi serta menindak pelanggaran asas umum pemerintahan yang baik.

Pemkab Pati juga didesak segera membatalkan keputusan yang cacat hukum dan membuka seleksi ulang sesuai aturan.

“Persoalan ini bukan sekadar administrasi, tapi soal hukum dan tata kelola pemerintahan. Jika dibiarkan, bisa jadi preseden buruk bagi daerah lain,” pungkas kader GMNI dengan nada serius. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *