JEPARA, – JurnalSatu.id, Feri Rusdiono Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Online Dwipantara (PWO Dwipa) lewat pesan WhatsApp dinomor telepon +62-823-1113-0XXX, Minggu (10/3/2024) pukul 18.19 WIB mengatakan bahwa,” Ok segenap jajaran organisasi PWO Dwipa mohon maaf sebesar-besarnya ya. Terkait logo sedang saya upayakan untuk mencopotnya karena tidak ada urusan dengan organisasi PWO Dwipa,” tulisnya.
Hal ini merupakan tindak lanjut isi berita beberapa situs berita online seperti: is.co.id, pt.mdn.com dan af.com., yang memakai dan mengatasnamakan logo organisasi pers PWO Dwipantara.
Sebelumnya awak media mengirim pesan WA ke Feri Rusdiono dengan menulis ‘Wah beritanya bagus-bagus pak sangat edukatif dan inspiratif’. Hal ini karena dalam pemberitaan tersebut mencantumkan nama Ngadiran Aji Gunawan Wakil Ketua Umum PWO Dwipantara.
Tentunya untuk keberimbangan berita yang akan dirilis serta agar sesuai kaidah jurnalistik, awak media meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada Feri Rusdiono Ketua Umum PWO Dwipantara yang beralamat di Jl. Balai Rakyat No. 8 RT. 005/RW. 001, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Kota Administrasi Jakarta Timur.
Feri Rusdiono juga menegaskan akan menegur Ngadiran Aji Gunawan Wakil Ketua Umum PWO Dwipantara.
Karena berita yang dirilis tentang wartawan mantan napi terkait dugaan pemerasan di Kudus tidak ada konfirmasi dan klarifikasi kepada nama-nama yang dijudge atau trial by the press (peradilan yang secara tidak langsung dilakukan oleh pers) seperti menulis nama seseorang dengan inisial SY warga Pakis Aji yang secara sepihak diberitakan dengan narasi kebencian.
Seolah-olah Ngadiran Aji Gunawan dalam hal ini bertindak sebagai Dewan Pers. Bahkan Ngadiran Aji Gunawan menulis ‘sebab perilaku oknum wartawan telah menodai dan menciderai UU Pers’
Padahal di Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak ada larangan mantan napi menjadi wartawan.
Namun tentang peran serta masyarakat diatur di Pasal 17 angka 1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan., dan angka 2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers.
Dan ini hasil analisa oleh masyarakat Kabupaten Jepara dengan adanya berita yang ditulis oleh Ngadiran Aji Gunawan Wakil Ketua Umum PWO Dwipantara.
Menurut Dr. Djoko Tjahyo Purnomo, A.Pi, S.H., MM,. MH. salah satu tokoh pemerhati dunia pers di Jepara, Minggu, (10/3/2024) lewat pesan WhatsApp (artikel singkat) menerangkan bahwa: Apakah napi bisa menjadi wartawan?. Tentu, napi dapat menjadi wartawan setelah mereka menyelesaikan masa hukumannya dan memenuhi persyaratan yang diperlukan. Selain itu tidak ada peraturan perundangan yang mengatur larangan mantan napi untuk menjadi wartawan.
Namun, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan. Pertama, status sebagai mantan narapidana bisa menjadi hambatan dalam beberapa kasus, terutama jika mereka dihukum karena kejahatan yang berkaitan dengan integritas atau kejujuran. Hal ini bisa mempengaruhi reputasi dan kepercayaan publik terhadap mereka. Kedua, menjadi wartawan memerlukan keterampilan komunikasi yang baik, integritas, pengetahuan, dan kemampuan untuk menyampaikan informasi secara objektif. Seorang mantan narapidana harus membuktikan bahwa mereka telah memperbaiki diri dan dapat memenuhi standar profesionalisme yang diperlukan dalam profesi jurnalistik. Keputusan akhir biasanya bergantung pada kebijakan perusahaan media dan norma-norma etika jurnalistik yang berlaku di negara atau wilayah tempat mereka bekerja.
Hal ini juga sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ketentuan umum Pasal 1 angka 11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya., angka 12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain., dan angka 13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
DWIPA Institute dan MZK Institute
SY juga menjelaskan bahwa Ia menjadi peserta program Dwipa Sharing yang diselenggarakan oleh Dwipa Institute bekerjasama dengan MZK institute secara zoom meeting.
SY mengungkapkan bahwa,” Dengan mengikuti program pelatihan jurnalistik melalui informasi dari situs pwodwipantara.org., saya berharap bisa memperoleh ilmu dan wawasan jurnalistik, agar dalam menjalankan tugas sebagai wartawan tetap memenuhi KEJ atau kode etik jurnalistik. Serta ada peningkatan dalam penulisan berita yang mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik,” ungkapnya.
“Dan apakah saya salah? kalau setelah mengikuti pelatihan jurnalistik program Dwipa Sharing, memperoleh sertifikat. Saya justru senang dan bangga, selain memperoleh ilmu jurnalistik, saya memperoleh sertifikat yang ditandatangani langsung oleh Feri Rusdiono, Ketum PWO Dwipa”.
“Terimakasih kepada Bapak Feri Rusdiono, Ketum Umum PWO Dwipantara yang sudah memberikan pembekalan ilmu jurnalistik, semoga bisa bermanfaat,” pungkas SY.
(And/tim)